THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 17 Mei 2010



Biola termahal didunia

Posted by: bintangmerah on Thursday, May 18, 2006 - 04:07 AM

Umum apa saja

BIOLA TERMAHAL DIDUNIA

Sebuah biola Stradivarius memecahkan rekor lelang termahal di balai lelang Christie.
Biola ini dikenal dengan julukan "The Hammer" alias "si Palu". Dinamakan demikian karena pernah dimiliki oleh Christian Hammer, seorang kolektor Swedia pada abad ke 19.
Biola Stradivarius ini telah berumur hampir 300 tahun, telah memecahkan rekor harga termahal yang pernah dibayarkan untuk sebuah alat musik. Terjual pada hari Rabu 17 Mei 2006 di balai lelang Christie New York, dengan harga fantastis US$ 3.5 Juta setara dengan 280 Milyar Rupiah.
Instrumen musik ini dibuat pada tahun 1707, yang telah mengalahkan harga penjualan sebuah biola Stradivarius yang lain pada tahun 2003, seharga US$ 2.03 Juta.
Pembelinya tidak disebutkan namanya, tetapi sumber dari balai lelang Christie New York menyebutkan dia adalah seorang pencinta dan pelindung seni musik klasik. Selama ini biola tersebut dimiliki oleh seseorang, yang sering meminjamkannya kepada orkestra ternama didunia.
Lelangnya sendiri berlangsung amat menegangkan, dengan reaksi-reaksi tercengang diperlihatkan oleh para penonton yang menyaksikan lelang tersebut. Tepukan yang amat meriah terdengar pada waktu tawaran mencapai US$ 3 Juta.
"Saya harus mengakui bahwa saya hampir tidak dapat bernapas pada waktu menyaksikan lelang tersebut," kata Kerry Keane, kepala dari departemen instrumen musik balai lelang Christie. Dia mengatakan bahwa biola ini akan terus dimainkan pada konser-konser musik klasik mendatang diseluruh dunia.

Antonio Stradivari adalah seorang pembuat biola paling ternama dalam sejarah.
Dia telah membuat lebih dari 1000 biola, viola, cello dan violoncellos. Hasil kerja Stradivari yang paling belakangan telah menghasilkan alat-alat musik terbaik yang amat di gandrungi oleh para pemusik dunia. "Biola ini menghasilkan suara indah, yang tidak dapat disaingi oleh pembuat biola manapun," kata Mr. Keane. "Apabila dimainkan, anda dapat mendengar suara biola ini dari tempat duduk baris paling depan, maupun dari tempat duduk paling murah dibelakang,"
Biola "The Hammer" ini dibuat pada masa keemasan Stradivari 1700-1720, yang kemudian dibawa ke Amerika pada tahun 1911.
Sebelum lelang, balai lelang Christie memperkirakan harga biola ini antara US$ 1.5 Juta sampai US$ 2.5 Juta.

Minggu, 16 Mei 2010

Bingkisan Istimewa untuk Saudariku Agar Bersegera Meninggalkan Nasyid “Islami” (1)

Jika kita bicara tentang musik, dapat dipastikan bahwa mayoritas penduduk dunia ini menyukainya. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua gemar mendengarkan lagu-lagu nan merdu. Dari artikel yang lalu, kita telah mengetahui keharaman hukum nyanyian dan musik sebagaimana telah disebutkan dalam berbagai hadits yang shahih. Tidak pula diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama salaf mengenai hal ini. Tapi, kemudian timbul wacana baru yang dilontarkan oleh orang-orang yang menamai dirinya sebagai seniman muslim tentang nasyid islami. Mereka menganggap nasyid Islami sebagai sarana dakwah dan cara lain dalam bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Betulkah demikian?

Dalil Keharaman Musik

Saudariku, ketahuilah bahwa mendengarkan musik, nyanyian, atau lagu hukumnya adalah haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ…

“Benar-benar akan ada segolongan dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa musik adalah haram menurut syari’at Islam. Hal yang menguatkan keharaman musik dalam hadits tersebut adalah bahwa alat musik disandingkan dengan hal lain yang diharamkan yaitu zina, sutra (diharamkan khusus bagi laki-laki saja), dan khamr.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِى لَهْوَ الْحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu.” (Qs. Luqman: 6)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan jumhur ulama tafsir menafsirkan kata “lahwul hadits” (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian atau lagu. Ibnu Katsir rahimahullah juga menegaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan keadaan orang-orang hina yang enggan mengambil manfaat dari (mendengarkan) Al Qur’an, malah beralih mendengarkan musik dan nyanyian.

Maka sangatlah tepat jika nyanyian disebut sebagai perkataan yang tidak berguna karena di dalamnya terkandung perkataan-perkataan yang tercela ataupun tidak mengandung manfaat, dapat menimbulkan penyakit hati, dan membuat kita lalai dari mengingat Allah.

Mengenal Nasyid

Orang-orang Arab pada zaman dahulu biasanya saling bersahut-sahutan melemparkan sya’ir. Dan sya’ir mereka ini adalah sebuah spontanitas, tidak berirama dan tidak pula dilagukan. Inilah yang disebut nasyid. Nasyid itu meninggikan suara dan nasyid merupakan kebudayaan orang Arab, bukan bagian dari syari’at Islam. Nasyid hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil (permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan.

Nasyid tidaklah haram secara mutlak dan tidak juga dibolehkan secara mutlak, tergantung kepada sya’ir-sya’ir yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan musik yang hukumnya haram secara mutlak. Ini karena nasyid bisa saja memiliki hikmah yang dapat dijadikan pembelajaran atau peringatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara sya’ir itu ada hikmah.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 6145, Ibnu Majah no. 3755, Imam Ahmad (III/456, V/125), ad-Daarimi (II/296-297) dan ath-Thayalisi no. 558, dari jalan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu)

Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sya’ir, maka beliau bersabda,

“Itu adalah perkataan, maka sya’ir yang baik adalah baik, dan sya’ir yang buruk adalah buruk.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, dan takhrijnya telah diluaskan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Hadits ash-Shahihah no. 447)

Nasyid Pada Zaman Dahulu

Orang-orang pada zaman dulu biasa membakar semangat berperang dengan melantunkan sya’ir-sya’ir. Dan banyak pula orang-orang asing di antara mereka yang hendak berhaji melantunkan sya’ir tentang ka’bah, zam-zam, dan selainnya ketika berada di tengah perjalanan. Abdullah bin Rawahah pun pernah melantunkan sya’ir untuk menyemangati para shahabat yang sedang menggali parit ketika Perang Khandaq. Beliau bersenandung,

“Ya Allah, tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.” Kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain, “Kita telah membai’at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad.” (Rasa’ilut Taujihat Al Islamiyah, I/514–516)

Akan tetapi, para sahabat Nabi tidak melantunkan sya’ir setiap waktu, mereka melakukannya hanya pada waktu-waktu tertentu dan sekedarnya saja, tidak berlebihan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

“Sesungguhnya penuhnya rongga perut salah seorang di antara kalian dengan nanah itu lebih baik baginya daripada penuh dengan sya’ir.” (Riwayat Imam Bukhari no. 6154 dalam “Bab Dibencinya Sya’ir yang Mendominasi Seseorang, Sehingga Menghalanginya Dari Dzikir Kepada Allah”, ‘Ilmu dan al-Qur’an, diriwayatkan dari jalan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu)

Maksud dari riwayat di atas adalah kecenderungan hati seseorang kepada sya’ir-sya’ir sehingga menyibukkannya dan memalingkannya dari kesibukan dzikrullah dan mentadabburi al-Qur’an, itulah orang-orang yang dikatakan sebagai orang dengan rongga perut yang penuh dengan sya’ir. (Fat-hul Baari X/564)

Nasyid Pada Zaman Sekarang

Nasyid yang ada pada zaman sekarang tidak jauh berbeda dengan nyanyian dan musik yang telah jelas keharamannya. Berbeda dengan zaman dahulu, sya’ir-sya’ir mulai dilagukan dan mengikuti kaidah/aturan seni musik, sehingga menjatuhkan pelakunya kepada bentuk tasyabbuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir dan fasik. Ditambah lagi, kelompok nasyid yang belakangan didominasi oleh kaum laki-laki ini menambahkan alat musik sebagai ‘pemanis’ di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “(Setelah diketahui dari riwayat yang shahih bahwa) bernyanyi, memainkan rebana, dan tepuk tangan adalah perbuatan kaum wanita, maka para ulama Salaf menamakan para laki-laki yang melakukan hal itu dengan banci, dan mereka menamakan penyanyi laki-laki itu dengan banci, dan ini adalah perkataan masyhur dari mereka.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah XI/565-566)

Kelompok-kelompok nasyid pada zaman sekarang yang mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya, mereka ingin menggeser kesukaan para pemuda terhadap lagu-lagu dan musik yang tidak Islami kepada lagu-lagu dan musik yang mereka labelkan “Islami”. Bahkan, acara-acara rohis di sekolah-sekolah dan kampus-kampus pun hampir tidak pernah sepi dari nasyid. Seolah hal ini merupakan pembenaran terhadap nasyid.

Sebagian orang (ironisnya kebanyakan dari mereka adalah para aktivis dakwah) beranggapan bahwa nyanyian/musik yang diharamkan adalah nyanyian yang liriknya tidak islami. Sedangkan untuk “musik islami’ atau “nasyid” maka tidak mengapa, bahkan nasyid dapat membangkitkan semangat dan sebagai sarana ibadah dan dakwah karena lagu-lagu tersebut menggambarkan tentang Islam dan mengajak para pendengarnya kepada keislaman.

Nasyid yang seperti ini adalah kelanjutan dari bid’ah kaum sufi yang menjadikan nyanyian-nyanyian (mereka menamakannya dengan as-sama’) sebagai bentuk ibadah dan keta’atan mereka kepada Allah. Kaum sufi menganggap bahwa sya’ir-sya’ir yang mereka sebut dengan at-taghbiir (sejenis sya’ir yang berisikan anjuran untuk zuhud kepada dunia) adalah bentuk dzikir mereka kepada Allah, sehingga mereka layak untuk dikatakan sebagai al-mughbirah (orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan do’a dan wirid). Ketika mereka melantunkan ‘dzikir’ mereka, mereka menambahkannya dengan kehadiran alat-alat musik yang semakin menambah keharamannya, tetapi mereka menganggap itu sebagai upaya untuk melembutkan hati. Na’udzubillah. Imam Ahmad ketika ditanya tentang at-taghbir, maka beliau menjawab: “(Itu adalah) bid’ah”.

Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa beribadah dengan sya’ir dan bernasyid sebagai bentuk dzikir, do’a dan wirid adalah bid’ah. Dan ini lebih buruk daripada berbagai jenis pelanggaran dalam berdo’a dan berdzikir. (Tash-hiidud Du’aa hal. 78)

Rabu, 05 Mei 2010

PENGARUH POLITIK DAN PERADABAN TERHADAP SENI UMAT ISLAM

BĀB I

PENGARUH POLITIK DAN PERADABAN TERHADAP SENI UMAT ISLAM

Sejak kejatuhan politik dan peradaban Islam yang terjadi pada abad XIX Masehi, politik Barat telah mempengaruhi dan menguasai umat Islam. Banyak negeri-negeri Islam yang tadinya dijajah menjadi bekas jajahan kekuasaan Barat. Melalui pola dominasi Barat di kalangan umat Islam tersebut maka tidak mengherankan bila pengaruh sosio budaya Barat mulai menyusup ke tengah-tengah kaum Muslimīn, terutama pada masyarakat Islam yang dijajah secara langsung oleh negara-negara adikuasa.

Sebagaimana kita ketahui, ciri khas peradaban Barat adalah sekulerrisme. Mereka memisahkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa dengan agama. Walaupun sekulerisme ini sangat bertentangan dengan ‘aqīdah, kebudayaan dan peradaban Islam namun nyatanya sistem ini telah tumbuh dan berkembang di kalangan kaum Muslimīn. Pertumbuhan ini terjadi melalui akulturasi kebudayaan Barat dengan kebudayaan Islam. Negara-negara penjajah memang telah berhasil diusir oleh kaum Muslimīn dengan gemilang namun kebudayaan dan peradabannya mereka tinggalkan. Proses sekulerisme pun masih berlanjut di kalangan umat Islam sampai sepuluh tahun terakhir dari abad ke XX ini disebabkan oleh adalahnya media massa dan lembaga-lembaga pendidikan yang berasaskan sekulerisme.

1. AKULTURASI KEBUDAYAAN BARAT - ISLAM.

Jatuhnya peradaban dan kebudayaan Islam setelah diakulturasikan antara kebudayaan Barat dengan kebudayaan umat Islam membuahkan sekulerisme dunia Islam. Karenanya tidak mengherankan bila sekarang ini kita dapat menemukan dengan amat mudah akibat-akibat yang ditimbulkannya, antara lain sebagai berikut:

A. Kebudayaan yang diterapkan di dunia Islam sekarang ini telah tercemar dalam kondisi cukup parah oleh kebudayaan Barat, dan lebih parahnya lagi kebudayaan itu dijadikan sebagai konsepsi kebudayaan umat Islam.

B. Masyarakat kaum Muslimīn telah menjauhi konsepsi masyarakat Islam yang dulu berdasarkan ‘aqīdah, ide-ide, jiwa dan peraturan Islam. Sekarang ini mereka lebih mirip dengan masyarakat Eropa, Amerika, Rusia dan Cina daripada masyarakat Islam.

C. Prinsip-prinsip sosio budaya yang dipratekkan oleh umat Islam telah jauh dari prinsip-prinsip sosio budaya Islam, baik dari segi hubungan antara qaum pria maupun wanitanya. Demikian pula halnya dengan segi-segi hiburan, kesenian, peragaan, busana ataupun bentuk-bentuk bangunan (arsitektur).

D. Dengan semakin giatnya akulturasi dalam bidang kesenian, seni umat Islam telah diwarnai oleh kesenian Barat yang sekularistik. Dengan demikian semakin banyaklah karya seni kaum Muslimīn sā‘at ini yang berlawanan dengan konsepsi seni Islam.

2. PENGERTIAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP SENI.

Dalam perjalanan sejarah, boleh dikatakan pada setiap masa orang selalu bertanya tentang apa dan bagaimana bentuk seni itu. Para filsuf sejak masa peradaban Yunani sampai sekarang telah memberikan beragam definisi. Dalam kesempatan ini kami paparkan salah satu definisi yang dapat dianggap global dan menyeluruh.

Dari ENSIKLOPEDI INDONESIA (lihat "Ensiklopedi Indonesia" PT. Ikhtiar Baru - Van Hoeve, Jakarta. Jilid V halaman 3080 dan 3081). dipetik bahwa definisi seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).

Dalam pembahasan "Seri Buku Seni I" ini kami hanya akan memaparkan secara terbatas beberapa jenis seni estetika (Seni estetika adalah seni halus (fine art) yang meliputi seni lukis, pahat, bina tari, musik, pentas, film, dan kesusasteraan. Pengertian halus di sini karena ia mewujūdkan melalui perasaan) yaitu seni musik, seni suara, dan seni tari (Seri buku berikutnya Insyā’ Allāh akan dibahas masalah seni panggung yang berupa sandiwara, tonil, opera, pantom, teather, selain juga akan dibahas pada seri-seri berikutnya berupa seni pahat, seni halus, dan seterusnya).